4 Des 2010

sejarah perang korea

perang tu ternyata tidaklah menguntungkan sebenarnya tapi ini sering di lakukan pada jaman dulu, dan sampai sekarang pun masih ada juga, ini sejarah dari awal perang korea sejak dahulu sampai kini. Beberapa 'fakta' tentang perang korea (keberpihakan catatan diperdebatkan) :

sebab umum : awalnya pada masa PD II Korea adalah milik Jepang, setelah Jepang menyerah pada 1945, seperti halnya yang terjadi pada Jerman, daerah-daerah rampasan perang dibagi dua oleh tarik ulur kekuatan2 pemenang perang, yaitu AS dan sekutunya (liberalis) dan Soviet (komunis).
Jadilah daerah utara yang lebih dekat ke RRC berpaham komunis, dan selatan mendapat dukungan AS. Kepentingan AS tentu penguasaan semenanjung Korea dalam menghadapi perang dingin melawan USSR dan RRC, di kemudian hari.Masing-masing kepala 'boneka' baik di utara (Kim Il Sung) maupun selatan (Syngman Rhee)berusaha mempersatukan semenanjung Korea menurut garis politik masing-masing. Kim memutuskan untuk memulai penyerangan ke selatan, dan pada pertengahan 1950 Stalin menyetujuinya. Pada Juni 1950, 135.000 prajurit Korut menyerbu melintas perbatasan (38th parallel). Mereka meligitimasi serangan dengan menyatakan bahwa tentara Korsel telah lebih dulu melanggar perbatasan. Perang dimulai.

Peristiwa : Seoul jatuh ke tangan Korut (akhir juni 1950), Presiden Truman kemudian memerintahkan Mc Arthur yang mengepalai US Army di Jepang untuk membantu Korea, Truman terbang ke PBB meminta dukungan dan pada 27 Juni beberapa negara barat siap tandang ke Korea, perang pertama antara tentara AS vs Korut dimulai pada 5 juli,Mc Arthur mengadakan operasi Incheon untuk menusuk pasukan Korut dari belakang (September 1950), Pyongyang jatuh ke tangan sekutu (Oktober 1950), RRC ikut memasuki medan pertempuran atas perintah PM Zhou Enlai dengan 270.000 tentara pada 25 Oktober, tentara AS mundur pada akhir November 1950, kembali Seoul jatuh ke tangan Korut pada Januari 1951, Truman memecat Mc Arthur dari posisi komandan tentara AS (April 1951) karena beberapa faktor antara lain karena keinginannya untuk membom atom RRC, diadakan negosiasi damai di Kaesong korea selatan (Juli 1951), Presiden baru AS Eisenhower mencoba menghentikan konflik dan datang ke Korea pada November 1952, Selanjutnya dibangun DMZ (Demilitarized Zone) pada Juli 1953, hingga hari ini penyelesaian damai belum memperoleh kejelasan secara final.

Fakta : lebih dari 2 juta orang tewas termasuk tentara AS dan RRC, 85% dari sekitar 1 juta orang Korsel yang tewas adalah warga sipil, hampir setengah juta tentara AS tewas, dan lebih dari 700.000 tentara RRC serta beberapa ratus pilot Soviet jadi korban. Yang lebih traumatis, lebih dari 7 juta orang terpaksa harus kehilangan/terpisah dari sanak familinya.

Perang Korea benar2 merupakan 'proxy war' antara Soviet vs AS. Dan tak cuma Korea yang jadi kebrutalan pertentangan politik 2 kutub itu, sebut saja Vietnam dan (mungkin) juga Indonesia. Yang menjadi pertanyaan tentu saja adalah, berapakah harga sebuah
dominasi? begitu kejamkah nafsu berkuasa yang dimiliki manusia? berapa nyawakah yg diperlukan bagi pengukuhan sebuah kekuasaan? 1, 2, 3, 10, 100 juta, 1 miliar, atau malah kalau perlu mengorbankan seluruh manusia di dunia?
Ada orang pernah bilang, kalau saja manusia hanya punya akal dan nafsu tanpa budi dan nurani, maka saat dia tergores duri kecil pun, dia pasti akan berniat menghancurkan bumi...


Perang Udara Korea Duel di Celah MiG
Perang Udara Korea Duel di Celah MiG
Bulan-bulan pertama Perang Korea, pesawat pemburu peninggalan PD II bermesin propeller mendominasi perang udara di kawasan semenajung Korea. Kehadiran pesawat pemburu baru bermesin jet seakan membuka era baru strategi perang udara. Lembah Sungai Yalu atau MiG Alley (Celah MiG) menjadi saksi sekaligus arena favorit tanding tempur antar pesawat pemburu bermesin jet di era transisi itu.

Perang Korea memberi arti dalam perkembangan seni perang udara jarak dekat. Masa transisi dari pesawat bermesin propeller ke jet membuka cakrawala baru itu. Jet sangat berbeda dengan propeller. Kecepatan dan teknologinya tinggi. Sepintas terlihat ia lebih unggul dibanding pesawat bermesin propeller. Tapi yang terjadi beberapa di antara jet tempur itu ada yang berhasil dijatuhkan lawan yang hanya menggunakan pesawat bermesin propeller.
Tiba-tiba Smiley berteriak melihat gerombolan pesawat heading menuju Bandara Kimpo. Seketika itu juga Wayne berbelok tajam dan melihat tujuh pesawat propeler terbang dengan formasi jarang. Muncul pertanyaan, pesawat siapa gerangan? Data intel menyebut, selain Amerika waktu itu terdapat kapal induk Inggris yang stand by di Laut Jepang. Salah satu pesawat yang bertengger diatas deknya adalah Fairey Firefly yang memiliki kokpit panjang dengan gunner di bagian belakang. Mirip dengan pesawat yang terlihat saat itu.

Apa boleh buat Wayne-pun menyambar gerombolan ini untuk memastikan pesawat milik siapa. Tak disangka kilatan senapan mesin di belakang pesawat nomor dua menyambut kehadiran Wayne. "Ini Ilyushin Il-10 Shturmovik, pesawat musuh," teriak Wayne.

Secepat kilat Wayne belok ke kiri sambil menyemburkan peluru dari moncong enam senapan mesin kaliber 12,7-nya ke Shturmovik paling kiri. Boom buruan pertama Wayne hancur berkeping keping. Wayne berputar 360 derajat menghajar Shturmovik. "Wah mudah sekali," pikir Wayne yang berniat melahap sendiri semua buruan itu. Sekali lagi Shooting Star yang menyandang air tatto (tulisan di tubuh pesawat) Ramblin=Reck=Tew ini berputar mengejar pesawat lainnya. Sayang kelima pesawat sisanya sudah berbalik arah dan menghilang di balik awan. Wayne tak lagi melanjutkan pengejarannya karena bahan bakar menipis. Ia segera bergabung lagi dengan Smiley dan pulang ke Itazuke, Jepang.

Wayne dan kelompoknya berhasil kembali dengan selamat. Malang justru menimpa kelima Shturmovik yang melarikan diri. Dalam perjalanan pulang kelimanya berpapasan dengan Shooting Star yang di utara. Akibatnya, dua Shturmovik yang tahan peluru itu lagi-lagi menjadi mangsa Schillereff dan Dewald.


Korea, 25 Juni 1950. Delapan divisi atau sekitar 80.000 pasukan darat Korea Utara (Korut) menyeberang garis pararel 38 menuju Seoul. Gerakan ini diikuti oleh serbuan enam pemburu Yakovlev Yak-9 P AU Korut (NKAF- North Korea Air Force) memporak- porandakan Bandara Kimpo, Korea Selatan (Korsel). Penangkis-penangkis serangan udara menyalak melindungi kawasan udara sekitar bandara. Sayang, sebuah pesawat angkut Douglas C-54 Skymaster tak terselamatkan dan hancur terbakar.

Darah pertama menetes memicu perang yang lebih besar, perang melawan invasi Korea Utara dan perang mempertahankan ideologi masing-masing. Perang Korea yang melibatkan juga Amerika dan Sekutunya menjadi perang yang terbesar pasca PD II.

Fire fly atau Shturmovik

Sebelum perang, rencana menyatukan Semenanjung Korea menjadi satu negara komunis terlihat enteng. Kekuatan udara Korea Selatan (ROKAF-Republic of Korean Air Force) hanya terdiri 16 pesawat latih tak bersenjata dan pesawat intai. Tak seberapa dibandingkan dengan AU Korea Utara (NKAF-North Korean Air Force) yang kala itu memiliki 70 Yak-9 dan La-11. Belum lagi ditambah dengan 62 Il-10 yang mampu mencapai garis depan dengan cepat. Campur tangan Soviet atas kekuatan AU Korea Utara memang cukup kuat. Tanpa berat hati Soviet merelakan pesawat-pesawat buatannya memperkuat NKAF. Amerika, seteru Soviet, tampak kehabisan energi setelah membabat Jepang di front Asia selama PD II. Akibatnya, mengawali konflik, Amerika hanya menyertakan beberapa gelintir pemburu jarak pendeknya, F-80 Shooting Star dan 'si kembar' F-82 Twin Mustang yang berpangkalan di Jepang.
Namun dengan kekuatan terbatas itu, Amerika dan sekutunya masih mampu menjatuhkan lawan-lawannya, seperti yang terjadi tanggal 27 Juni 1950 di mana Shooting Star berhasil merontokkan Ilyushin Il-10 NKAF, tepat sehari sebelum Bandara Kimpo jatuh ke tangan pasukan merah. Peristiwanya sendiri terjadi ketika satu flight F-80 C Shooting Star yang terdiri dari empat pesawat asal Skadron Pembom-tempur 35 USAF bertugas memberi perlindungan udara upaya evakuasi warga Amerika dari Kimpo. Berdasar data intel, diketahui pada hari itu akan terjadi serangan dari NKAF. Shooting Star bertugas melakukan pencegatan antara garis pararel 38 (perbatasan-Red) di Utara dan Suwon di Selatan. Tim pencegat terdiri dari Komandan flight Kapten Raymond Schilleref, pemegang ace Mustang zaman PD II, diperkuat dengan tiga pesawat lain yang diawaki Letnan Robert E. Wayne sebagai ujung tombak. Letnan Ralph G. "Smiley" Hall di posisi nomor dua (wingman). Terakhir adalah Letnan Robert H. Dewald di posisi nomor empat. Setibanya di lokasi pesawatpun berpencar, tapi dua diantaranya selalu heading ke utara.


Mc Arthur ngotot

Seharusnya konflik di Semenanjung Korea sudah bisa diakhiri pada bulan November 1950, dengan catatan pasukan Amerika dan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dibawah komando Jenderal Mc Arthur tak ngotot merengsek ke wilayah Korut. Arthur sendiri menganggap langkahnya penting oleh karena adanya laporan yang menyebutkan tanda-tanda peningkatan kekuatan militer Cina di garis belakang Korut. Pembom B-29 Superfotress versi intai yang berpangkalan di Jepang mengintip hal yang sama, seperti adanya peningkatan aktivitas pemburu MiG-15 Fagot di sebelah Utara Sungai Yalu. Bila tak ditangani, cepat atau lambat pesawat jet pencegat bersayap tekuk asal Rusia ini akan berhadapan dengan pencegat-pencegat PBB.

Akibat serbuan PBB, 19 Oktober 1950 Pyongyang jatuh ke tangan Amerika dan konconya. Oleh Cina kejatuhan Pyongyang dianggap sebagai ancaman atas kedaulatannya. Cina pernah mengingatkan Amerika dan Sekutu agar tidak melangkah melewati perbatasan yang lebih dikenal dengan Garis Pararel 38. Dan kini Amerika melanggarnya. Cina semakin siaga, terlebih setelah memboyong pemerintahan Kim Il Sung ke Negeri Tirai Bambu enam hari sebelumnya.

Apa boleh buat Militer Cina harus turun tangan, termasuk dengan kekuatan udaranya. Tak tanggung-tanggung pada tanggal 3 November 1950, 50 divisi tentara merah dengan kekuatan setengah juta orang langsung menyeberangi Sungai Yalu yang merupakan perbatasan Cina dengan Semenanjung Korea. Serbuan ini menandakan babak baru pada Konflik Korea.

Bertemu Fagot

Rupanya data intelejen Mc Arthur tentang keberadaan MiG-15 Fagot benar adanya. Tanggal 6 November 1950 empat F-51 D Mustang asal Skadron Pembom Fighter 8 dikejutkan oleh kehadiran enam buah Fagot. Untungnya pemburu veteran PD II yang dimodifikasi untuk serangan darat ini dapat meloloskan diri. Kejadian ini merupakan pemunculan pertama kali MiG -15 di medan pertempuran udara. Hal yang sama juga dihadapi empat Mustang dari Skadrom Pembom Fighter 36 keesokan harinya di sekitar Sungai Yalu.

Situasi yang berbeda dialami satu flight F-80 C Skadron Buru Sergap 16 dua hari kemudian. Empat pesawat itu baru saja memporak-porandakan sarang kanon anti serangan udara di sekitar Lapangan Terbang Sinuiju bersama sejumlah B-29 dan F-51. Adalah Letkol Evans G. Stephens serta wingman-nya, Letnan Rusell J. Brown yang memergoki kehadiran Fagot. Saat terbang menanjak, Evans menangkap informasi adanya sejumlah pesawat asing yang bersliweran di sebelah Utara Sungai Yalu, yang berarti masih berada dalam wilayah Cina. Evans berbelok kalem untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Brown mengikutinya dari jarak 100 Yard pada posisi jam empat. Tampak delapan Fagot mengejek dengan melakukan gerakan barrel rolls dan loops.
Merasa di ejek, Brown pun kemudian mengincar salah satu dari Fagot itu. "Ini adalah perang gila di mana pesawat musuh menari-nari di depan hidung kita," ujar Brown sesaat kemudian setelah kembali ke pangkalannya.

Benar saja, dari balik kokpit Shooting Star yang terbang pada posisi miring, Stephens melihat Brown menghujani salah satu Fagot dengan roketnya. Whuss-tanpa bisa berkutik, MiG itu pun hancur berkeping keping dan jatuh 185 meter dari garis paralel 38, masuk di wilayah Korea. Dan Letnan Russell J. Brown menjadi orang pertama yang menjatuhkan MiG-15 Fagot di Korea, walau tanpa melalui adu kepiawaian di udara.


Sejak saat itu daerah selatan sungai Yalu yang sejajar dengan Wonsan dan Pyongyang bagai menjadi tempat favorit buat adu tanding dengan MiG. Biasanya MiG-MiG ini akan muncul dari arah kompleks Antung di sebelah utara. Para pilot PBB/Amerika kemudian menjuluki daerah ini dengan nama Celah MiG (MiG Alley).

Sabre hadir

Walau dapat dikatakan mampu mengimbangi, namun dari segi teknis keandalan Shooting Star berada di bawah MiG. Contoh paling gamblang adalah urusan soal senjata pembabat. Shooting Star hanya dilengkapi enam buah senapan mesin kaliber 12,7 milimeter. Bandingkan dengan seterunya yang mampu menggotong dua kanon 23 milimeter plus sebuah berkaliber 37 milimeter. Belum lagi untuk urusan manuver yang lebih yahud lantaran bersayap tekuk (swept wing) dan tenaga lebih gede. Hanya berkat kemampuan pilot yang jempolan saja, seolah membuat Shooting Star mampu mengimbangi kemampuan MiG.

Mau tak mau Amerika harus menampilkan pesawat yang karakternya mampu menandingi MiG. Buru-buru Negeri Paman Sam ini mengirimkan dua jenis pemburunya ke kancah pertempuran Korea. Masing-masing adalah Republic F-84 D Thunderjet dan F-86 A Sabre. Belakangan, Thunderjet ternyata terbukti lebih cocok untuk mencari buruannya di darat. Alhasil hanya pada Sabre saja --pemburu bersayap tekuk ter-gress Amerika-- tugas memburu MiG dipasrahkan. Maka tak berlebihan bila pesawat keluaran pabrik North American ini mendapat julukan The MiG Slayers.

Tepatnya pada tanggal 10 Desember 1950, dengan diantar kapal induk USS Cape Eperance (CV-88), sekitar 44 Sabre yang tergabung dalam Wing Buru Sergap ke-4 (Wing 4) tiba di Jepang. Jumlah yang dinilai kecil untuk mampu mengganjal sekitar lebih dari 500-an MiG yang merajalela di Sungai Yalu. Walau demikian untuk urusan pengalaman, boleh dibilang wing inilah biangnya. Lantaran berisi pilot-pilot yang telah banyak makan asam garam pertempuran udara selama PD II. Salah satu diantaranya adalah ace selama PD II Kolonel John C. Meyer yang bertanggung-jawab merontokkan 24 pesawat Jerman dengan Mustang-nya. Selain itu dari data intelijen dikatakan, walau unggul dari segi jumlah tapi pilot-pilot Cina dan Korea masih miskin pengalaman.

Lima hari kemudian, Sabre-Sabre ini mulai digelar di Bandara Kimpo, Korea. Awalnya hanya tujuh Sabre saja yang mampu terbang ke Kimpo. Lantaran sisanya masih harus nongkrong dibengkel akibat korosi air laut selama perjalanan dari Amerika.



Aksi pertama

Kimpo, 17 Desember. Cuaca cerah menyelimuti bandara yang sekarang menjadi pangkalan aju (pangkalan terdepan) Wing ke-4. Setelah sehari sebelumnya hujan salju turun cukup deras membuat Sabre-Sabre yang ada tak berkutik. Ketika jarum jam menunjukkan angka 14.00 waktu setempat, empat buah F-86 A menggelegar menembus angkasa. Tiap pesawat dicanteli bahan bakar cadangan sebanyak 1.000 liter. Cukup untuk mencapai sasaran dan 'bermain' sebentar di udara. Sementara keenam senapan mesin kaliber 12,7 milimeter sudah terisi penuh dengan 2.000 biji peluru berdaya ledak tinggi (HEI-High Explosive Incendiary). Tujuannya adalah Sinuiju yang letaknya berbatasan langsung dengan Cina dekat muara Sungai Yalu.


Letnan Kolonel Bruce Hinton, komandan pangkalan aju, berada di pesawat yang terdepan. Sesampainya di Sinuiju, Bruce mengurangi kecepatan hingga menyamai kecepatan F-80. Ia cuma ingin mengelabui radar Cina dan memancing keluar MiG-nya. Lima mil sebelah Selatan Sinuiju, keempat Sabre berbelok ke kanan dan menyusuri Sungai Yalu. Mereka terbang berjauhan pada ketinggian 20.000 kaki.

Benar saja, rekan Hinton berteriak melalui radionya. "Bogies! (sebutan musuh di udara), musuh di arah jam sembilan di bawah, crossing!" Terlihat empat pesawat swept wing berwarna keperak-perakan bergerak cepat, memotong jalur terbang Sabre sejauh satu mil didepan.

"Lepas bahan bakar cadangan!" perintah Hinton. Perintah itu tak diikuti oleh Sabre yang lain. Rupanya alat komunikasi miliknya mati. Padahal gerombolan MiG sudah melihat kehadiran Sabre dan berputar menanjak menuju arahnya. Apa boleh buat, Hinton menyongsong MiG sendirian. Dengan kecepatan mencapai Mach 0,95, Ia menukik sampai pada posisi jam 5 dari gerombolan ini. MiG nomor dua menjadi incaran Hinton. MiG ini menghindar dengan gerakan berputar ke arah samping sambil ber-zig-zag. Hinton membuntutinya dengan gerakan yang sama, sambil terus mengunci sasaran pada pembidik senapan mesin di kokpitnya.

Saat buruan masuk jarak tembak (sekitar 1.500 kaki darinya), serta-merta Hinton membuka tembakan dengan semburan pendek dari keenam senapan mesinnya. Blam-blam, peluru-peluru kaliber 12,7 milimeter merobek tepat di bagian tengah badan MiG sebelah kiri yang disusul dengan kepulan asap putih. Sementara itu MiG-MiG yang lain tak sempat lagi menolong karena sibuk meladeni Sabre lain.

Buruan Hinton cedera, tapi rupanya masih terus bertahan dengan membuka-tutup air brake yang terletak di bawah ekor. Merasa belum berhasil mencetak skor, Hinton kembali menghajarnya. Blam-blam-blam. Kali ini saluran gas buang (tailpipe) menjadi sasaran. Seketika asap tebal dan lidah api mengepul dari ruang mesin. Musuh benar-benar kehilangan kecepatan. Hinton nyaris saja menabraknya. Jarak keduanya tinggal lima kaki. Untung Hinton cepat-cepat mengurangi kecepatan pesawatnya.

Tapi mengapa MiG itu belum meledak juga pikir Hinton. Padahal sudah compang camping. Merasa penasaran, lagi-lagi Hinton berputar menyerang untuk ketiga kalinya. Semburan panjang senapan mesinnya menghujani bagian kokpit dan pangkal sayap. Tak ayal lagi tubuh MiG oleng dan menghujam ke hamparan salju.

Hari itu Letnan Kolonel Bruce Hinton menjadi pilot Sabre pertama yang berhasil membantai MiG-15 dalam suatu duel udara. Pengalaman ini menjadi pengalaman baru bagi Hinton. Ternyata tak mudah menjatuhkan burung besi asal Uni Soviet ini. Setelah kejadian itu, berpuluh pertempuran udara terjadi, salah satu yang terbesar terjadi pada tanggal 1 Mei 1951 dengan melibatkan 50-an MiG dan tiga lusin F-86 Sabre. Lagi-lagi Sungai Yalu kembali menjadi saksi bisu duel udara di atasnya.

Jabara, ace Korea pertama
Ace merupakan catatan khusus bagi mereka yang berhasil menjatuhkan pesawat musuh dalam jumlah terbanyak. Pemegang ace minimal harus menjatuhkan lima pesawat lawan. Selama konflik Korea berlangsung, Kapten Joseph McConnell Jr. memegang rekor pertama ace dengan korban 16 pesawat lawan. Urutan kedua, Mayor James 'Jim' Jabara dengan 15 pesawat. Meski berada di urutan kedua, Jabara lah orang pertama yang berhasil menyandang gelar ace dalam Perang Korea.

Kisah ace Jabara bermula tanggal 3 April 1951. Hari itu Jabara bersama sebelas rekannya dari Skadron Buru Sergap ke-344 tinggal landas dari Lanud Suwon. Seperti biasa tugasnya menghalau gerombolan MiG yang coba-coba menerobos Sungai Yalu dari arah utara. Beruntung bagi Jabara, saat itu memergoki 12 MiG yang kebablasan masuk wilayah Korea. Jabara mengincar MiG nomor 10 yang coba menghindar dengan berbalik arah ke Sungai Yalu.

Mengetahui buruannya berusaha kabur, seketika itu Jabara berusaha mengejarnya dengan menukik tajam tanpa ditemani satu Sabre pun. Alhasil kejar-kejaranpun berlangsung di ketinggian rendah. Setelah ekor MiG terkunci pada pembidik, seketika itu juga keenam senapan mesin Jabara menyemburkan pelurunya. Blast --MiG--pun terbakar hebat dan langsung oleng ke kanan menghujam Dataran Sungai Yalu. Skor pertama terukir bagi Jabara.

Keberhasilan ini diikuti dengan sukses-sukses berikutnya. Sampai tanggal 22 April, empat MiG sudah menjadi korbannya, yang berarti kurang dari satu bulan. Tinggal selangkah lagi Jabara akan meraih gelar ace. Maka tak heran saat skadronnya mendapat giliran beristirahat di Jepang, pria keturunan Libanon ini lebih memilih untuk tetap bertugas. Walau untuk itu Ia harus pindah ke skadron lain, Skadron Buru Sergap ke-355.

Kesempatan meraih gelar ace terbuka pada tanggal 20 Mei 1951. Bersama tujuh Sabre lainnya, Jabara meninggalkan Lanud Suwon. Tujuannya tak lain adalah Sungai Yalu yang ditempuh melalui Laut Cina. Begitu sampai, sekitar 30 MiG menyambut hangat kedatangan Sabre asal skadron 355 ini. Buru-buru Kapten James Roberts-komandan flight memerintahkan semua Sabre melepaskan tangki cadangannya. Sial bagi Jabara, Sabre-nya oleng saat akan melepas tangki cadangan. Rupanya salah satu tangki masih tercantel di sayapnya, macet. Akibatnya keseimbangan pesawat jadi terganggu. Untuk menstabilkan pesawatnya, Jabara mesti mengerahkan dua tangannya pada tongkat kemudi.

Walau pesawat dalam keadaan cacat, tetap saja Jabara nekat menyerang tiga MiG yang saat itu ada di depannya. Ketiga MiG berpencar, dua diantaranya bahkan balik menembak dari arah samping dan atas. Tongkat kemudi Sabre ditarik penuh, demikian pula pada dapur pacu dibikin maksimal. Tiba-tiba dengan sekali hentakan, pesawat melakukan tikungan tajam. Hanya dalam hitungan detik, Jabara dapat meloloskan diri dari jebakan ini.

Sekarang posisi Jabara ada di belakang penyerang. Jabara sekarang menjadi pemburu. Setelah sampai pada jarak tembak, keenam senapan mesin Sabre menyemburkan peluru ke bagian ekor MiG. Boom-- MiG terbakar hebat dan menghujam deras dari ketinggian 27.000 kaki ke 10.000 kaki. Beruntung pada ketinggian ini pilot MiG dapat menyelamatkan diri. Dengan ditemani oleh Wingmannya, Letnan Salvadore Kemp, Jabara membuntuti buruannya yang sudah tak berdaya untuk memastikan MiG yang ditembaknya benar-benar jatuh.

Dalam pertempuran ini juga, Jabara masih menambah satu korban lagi yang membuat jumlah total MiG yang dibabatnya menjadi enam buah. Skor yang lebih dari cukup bagi Jabara buat menyandang gelar ace. Sekaligus menjadikannya pilot Sabre pertama yang menyabet gelar itu.



Pemburu bermesin jet pertama yang dipakai Amerika dalam Perang Korea - Wing of Fame


Shooting Star USAF menghajar IL-10 yang memporak-porandakan Kimpo - Wing of Fame

Mig-15 Korea Utara secara teknis lebih unggul dari Sabre Amerika - Figther Aces



F-86A Sabre Jim Jabara, pemegang ace pertama perang Korea - Aviation History
Jabara di dalam kokpit F-86A Sabre sesaat setelah membukukan skor enam pesawat - Aviation History

source: http://dunia-remaja-sehat.blogspot.com/2010/11/sejarah-perang-korea.html